Hidup mulia merupakan idaman setiap manusia. Secara fitrah manusia pasti menginginkan kemuliaan. Dalam beberapa untaian nasihat disampaikan ajakan untuk meraih hidup mulia. Asma binti Abu Bakar berkata kepada anaknya Abdullah bin Zubair, saat Abdullah dikepung oleh tentara Al-Hajjaj:
يَا بُنَيَّ عِشْ كَرِيْمًا وَمُتْ كَرِيْمًا
Wahai anakku, hiduplah mulia dan matilah dalam kemuliaan.
Dalam bait seorang penyair era Bani Abbasiyah yang dikenal sebagai Al-Mutannabi disebutkan:
عِشْ عَزِيْزًا أَوْ مُتْ وَ أَنْتَ كَرِيْمٌ
Hiduplah mulia atau matilah dalam keadaan dimuliakan.
Ada juga ungkapan motivasi yang akrab oleh masyarakat muslim Indonesia:
عِشْ كَرِيْمًا أَوْ مُتْ شَهِيْدًا
Hidup mulia atau mati syahid.
Banyak orang terkecoh mengejar suatu hal yang dianggap dapat mengantarkan pada kemuliaan. Namun bukan kemuliaan hakiki yang didapatkannya. Orang beranggapan tingginya jabatan akan menjadikan seseorang hidup mulia, namun justru menjadi malapetaka buat dirinya. Banyak orang mengejar dan menimbun harta karena menganggap harta dapat mengantarkannya hidup mulia, namun ternyata justru menjadi sumber kehinaan. Orang mengejar kemuliaan dengan kepopuleran, dan ketenaran, namun justru hal itu menjadi bencana bagi hidupnya. Ternyata semua hal itu tidak dapat mengantarkan manusia hidup mulia.
Kemuliaan hakiki bagi seorang muslim hanya dapat terwujud dengan ketaatan kepada Allah ta’ala, zat yang memiliki dan menguasai kemuliaan. Kemuliaan hakiki terwujud dalam ketundukan pada syariat Islam, satu-satunya agama yang Allah Swt ridhoi. Mustahil kemuliaan hakiki bisa didapatkan dengan melanggar perintah dan larangan Allah Swt. Dalam ayat Al-Qur’an Allah azza wajalla berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْعِزَّةَ فَلِلّٰهِ الْعِزَّةُ جَمِيْعًاۗ اِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهٗ ۗوَالَّذِيْنَ يَمْكُرُوْنَ السَّيِّاٰتِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ ۗوَمَكْرُ اُولٰۤىِٕكَ هُوَ يَبُوْرُ
Barangsiapa menghendaki kemuliaan, maka (ketahuilah) kemuliaan itu semuanya milik Allah. Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal kebajikan Dia akan mengangkatnya. Adapun orang-orang yang merencanakan kejahatan mereka akan mendapat azab yang sangat keras, dan rencana jahat mereka akan hancur. (Q.S Al-Fatir: 10).
Al imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab “al-bidayah wa al-nihayah” menyebutkan perkataan khalifah kedua, Umar bin Khattab, yang menggambarkan kemuliaan yang didapatkan sahabat Rasulullah Saw bersumber pada Islam: “Kami adalah kaum yang dimuliakan (diberikan izzah) oleh Allah dengan Islam. Maka, kami tidak akan mencari alternatif (izzah) selain (yang dianugerahkan) Allah”.
Dalam mendidik anak, orang tua atau seorang pendidik harus mampu menanamkan maklumat kemuliaan yang hakiki dalam benak anak. Sehingga anak itu hanya memiliki persepsi kemuliaan bersumber pada Allah Swt, melalui ketaatan pada syariat-Nya. Setiap ketaatan pada syariat yang dijalankan anak, akan menambah kemuliaannya. Ketika seorang anak laki-laki rajin menjalankan shalat wajib, tepat waktu, dan berjamaah di masjid, maka ia mendapatkan kemuliaan yang lebih banyak daripada anak laki-laki lainnya yang menjalankan shalat wajib tapi tidak berjamaah atau shalat sendiri (munfarid) di rumah. Dengan hal ini anak akan termotivasi menjalankan ketaatan yang akan menambah kemuliaanya. Kemudian anak akan menjadikan ketaatan pada syariat sebagai tolak ukur dalam aktifitasnya.
Generasi latah yang terombang-ambing oleh realita dihasilkan oleh ketiadaan maklumat yang benar. Sehingga anak tidak memiliki tolak ukur yang benar dalam menjalankan aktifitasnya. Segala fakta yang diterima oleh indera dianggap sebagai suatu hal yang boleh ditiru atau dilakukan. Padahal setiap orang melakukan berbagai aktifitasnya berdasarkan pemahaman maklumat yag diterimanya. Jika anak mendapatkan maklumat yang salah pasti akan berbuah aktifitas yang salah. Sebaliknya, jika maklumat yang diberiknnya benar, maka akan beraktifitas secara benar. Inilah sebab pentingnya memberikan pemahaman hidup mulia yang benar kepada anak. Agar anak meraih kehidupan mulia yang hakiki, yaitu dengan menjadikan tolak ukur kemuliaan hanya pada ketaatan pada Syariat Allah Swt. [WR]
Recent Comments