Frasa الأمر بالمعروف و النهي عن المنكر (Al-amr bi-l ma’ruuf wa-n-nahy ‘ani-l-munkar) berasal dari bahasa Arab. Amar ma’ruf nahi munkar merupakan perintah Allah Swt kepada umat Islam agar menegakkan perilaku yang benar (sesuai syariat Islam) dan mencegah atau melarang perilaku yag salah (bertentangan dengan syariat Islam).
Ber-amar ma’ruf nahi munkar merupakan kewajiban bagi seorang muslim, baik laki-laki, atau perempuan, tua, atau muda, seorang alim maupun awam, semuanya terkena kewajiban untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُونَ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (Q.S Ali Imran :110).
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung (Q.S Ali Imran: 104)
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman (H.R Muslim).
Banyak sekali pujian yang diberikan kepada seorang muslim yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Salah satunya ialah predikat orang saleh yang disematkan Allah Swt dalam firman Allah Swt:
يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ
Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh. (Q.S Ali Imran : 113-114)
Jika melakukan amar ma’ruf nahi munkar mendapatkan pujian, maka sebaliknya bagi yang meninggalkan akan mendapatkan celaan. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
لَوْلَا يَنْهٰىهُمُ الرَّبَّانِيُّوْنَ وَالْاَحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْاِثْمَ وَاَكْلِهِمُ السُّحْتَۗ لَبِئْسَ مَا كَانُوْا يَصْنَعُوْنَ
Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S Al-Maidah: 63)
Al-Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan, “Ayat ini menegaskan bahwa orang yang tidak mencegah kemungkaran sama halnya dengan pelaku kemungkaran itu sendiri.” (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an)
Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya mengutip riwayat dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma tentang ayat ini. Beliau (Ibnu Abbas) berkata, “Tidak ada dalam Al-Qur’an celaan sekeras (celaan) yang ada di ayat ini.” (Tafsir al-Qur’anul ‘Azhim)
Didalam sabda baginda Rasulullah Saw disebutkan:
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ” (رواه الترمذي وابن ماجة وأحمد، وقَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ).
Dari Hudzaifah bin Al Yaman dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaknya kalian beramar ma’ruf dan nahi munkar atau jika tidak, niscaya Allah akan mengirimkan siksa dari sisi-Nya kepada kalian, kemudian kalian berdoa kepada-Nya namun doa kalian tidak lagi dikabulkan.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad. Abu Isa (At-Tirmidzi) berkata: Hadits ini hasan).
Anak adalah generasi penerus masa depan umat. Anak merupakan harapan bagi orang tua. Dipundak mereka memikul harapan kebangkitan, kejayaan serta kemenangan umat Islam. Jika ingin amar ma’ruf nahi munkar senantiasa ada di tengah-tengah umat, maka sejak dini amar ma’ruf nahi munkar harus ditanamkan di dalam jiwa anak. Anak harus dididik dengan kecintaan terhadap agama Islam dengan cara memberikan informasi yang baik (khair) dan buruk (syar) serta halal dan haram yang sesuai dalam pandangan Islam.
Masa pendidikan anak merupakan proses yang sangat berpengaruh dalam hidup manusia. Masa ini akan menentukan karakter kepribadian anak, apakah ia kelak menjadi pribadi yang santun dan lembut, atau kasar dan keras ?. Pada masa ini juga dapat menentukan, apakah seseorang kelak menjadi seorang yang alim dan mencintai ilmu, atau menjadi seorang yang bodoh serta tidak memiliki budi pekerti ?.
Oleh karena itu sangat penting bagi orang tua untuk memberikan perhatian yang terbaik di masa mendidik buah hati, agar dapat melahirkan generasi terbaik umat Islam. Aktifitas ini sebagaimana aktifitas yang dilakukan oleh para nabi, dimana mereka bertugas dalam rangka untuk mendidik umatnya. Allah berfirman:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S Al-Jumu’ah: 2).
Beberapa langkah cara berikut ini bisa dilakukan orang tua dalam mendidik sang buah hati, agar kelak menjadi generasi terbaik pelopor kebangkitan dan kejayaan umat Islam.
Itulah beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam mendidik dan mengajak anak melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Dalam menjalankan hal ini, ayah-bunda harus melandasinya pada niat menjalankan ketaatan pada perintah Allah Swt. Sehingga jika pada saat melakukannya menemukan hambatan, halangan dan rintangan, tidak membuat ayah-bunda berputus asa karena berhasil atau tidak tetap bernilai ibadah di sisi Allah Swt. [WR]
Recent Comments